CIREBON – Persoalan di Desa Setu Kulon, Kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat semakin memanas terkait pemberhentian tujuh perangkat desa dan pengangkatan empat perangkat baru yang dinilai melanggar prosedur.
Pemberhentian tujuh perangkat desa serta pengangkatan empat perangkat baru di Desa Setu Kulon diduga tidak sesuai dengan regulasi yang berlaku. Keputusan ini berpotensi melanggar surat edaran Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Cirebon tertanggal 15 Mei 2024, yang mengatur tata cara pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa, serta surat edaran Nomor 100.3.5.5/3318/BPD tertanggal 16 Juli 2024 mengenai penegasan ketentuan perubahan perangkat desa.
Menurut informasi yang diperoleh dari chanel7.id, pemberhentian tujuh perangkat desa diduga terkait dengan proses hukum yang sedang berlangsung mengenai dugaan korupsi di unit Tipidkor Polresta Cirebon. Situasi ini menambah kompleksitas dan berbagai masalah dalam tata kelola pemerintahan desa yang berdampak pada masyarakat.
Ada indikasi penyalahgunaan jabatan di Desa Setu Kulon yang dapat mempengaruhi kelancaran tata kelola pemerintahan dan pengelolaan keuangan desa, termasuk program-program yang didanai oleh APBN, APBD, dan PADesa, seperti Dana Desa (DD), Pendapatan Asli Desa (PADesa), Bantuan Provinsi (banprov), dan Bantuan Bupati (banbup).
Konflik yang berkepanjangan ini menggambarkan ketidakharmonisan antara Kuwu (kepala desa) dan perangkat desa, serta hubungan yang tidak kondusif antara Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan pemerintah desa. Ketegangan semakin meningkat setelah Kuwu Setu Kulon terlibat dalam proses hukum terkait dugaan tindak pidana korupsi.
Indikasi adanya penyalahgunaan wewenang oleh Kuwu Setu Kulon semakin memperjelas konflik politik di pemerintahan desa. Beberapa program Dana Desa (DD) tahun anggaran 2023 diduga tidak dilaksanakan dengan baik, dan pengelolaan PADesa oleh Kuwu juga diduga terlibat dalam korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Seorang perangkat desa yang diberhentikan mengungkapkan ketidakpuasannya, “Proses ini tidak sesuai dan harus dievaluasi secara menyeluruh. Hal ini akan menjadi catatan penting untuk Pemerintah Desa Setu Kulon yang banyak mengalami kekeliruan dan penyalahgunaan wewenang,” katanya sembari berpesan untuk merahasiakan identitasnya pada 20 Juli 2024.
Dani Irwadi, Kabid Adpemdes di DPMD, mempertanyakan dasar pemberhentian tersebut. “Apakah ada rekomendasi dari camat?” tanyanya saat dikonfirmasi melalui media Chanel7.id pada hari yang sama. Keputusan pemberhentian ini dinilai melanggar peraturan dan perundang-undangan yang ada, menambah ketegangan politik di Desa Setu Kulon.
Selain pemberhentian tujuh perangkat desa, pengangkatan empat perangkat baru juga dianggap tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Alda, selaku Camat Setu Kulon, menjelaskan pada 20 Juli 2024, “Kami telah melakukan koordinasi dan konsultasi dengan DPMD dan pihak terkait seperti inspektorat.” Alda menambahkan, “Pemberhentian perangkat desa harus mengikuti tahapan yang jelas, sebagaimana diatur dalam Perbup 173, dan kami belum menerima SK Kuwu secara utuh.”
Alda menekankan pentingnya pembahasan dengan BPD terlebih dahulu yang harus dibuktikan dengan berita acara sebelum bisa membahas rekomendasi. “Kuncinya adalah BPD, apakah sudah ada pembicaraan dengan Kuwu mengenai pemberhentian, baru kemudian rekomendasi bisa diproses. Kami juga melakukan analisis terlebih dahulu,” ungkapnya.
Seorang anggota BPD Setu Kulon yang enggan disebutkan namanya juga menilai, “Pemberhentian tujuh perangkat desa tersebut sudah melanggar aturan. Pengangkatan empat perangkat baru juga tidak sesuai. Kami akan menindaklanjuti masalah ini sebagai bahan evaluasi.”
Hingga berita ini diterbitkan, Kuwu Setu Kulon belum dapat dihubungi untuk memberikan klarifikasi lebih lanjut mengenai persoalan ini.