Jakarta – Kebijakan pemerintah yang memasukkan dana desa dalam anggaran pendidikan menuai kritik tajam. Pengamat Kebijakan Publik, Trubus Rahadiansyah, menilai langkah ini kurang tepat dan meragukan kemampuan kepala desa dalam mengelola dana pendidikan.
“Kepala desa tidak ada hubungannya dengan urusan pendidikan,” tegas Trubus saat diwawancarai oleh Medcom.id, Sabtu, 6 Juli 2024.
Trubus mengungkapkan bahwa memasukkan dana desa ke dalam anggaran pendidikan tidak akan menjadi solusi untuk meningkatkan kualitas sekolah di pedesaan. Bahkan, ia khawatir kebijakan ini justru memperparah praktik korupsi di tingkat desa.
“Ini sulit, karena besar kemungkinan dana tersebut akan disalahgunakan. Kepala desa dan perangkat desa bisa saja memperlakukan dana ini sebagai ‘bancakan’,” ujar Trubus.
Ia juga menyoroti bahwa persaingan untuk menguasai dana di antara perangkat desa dapat menjadi semakin intens. Menurut Trubus, sudah banyak contoh kasus korupsi di desa yang terjadi sebelumnya.
“Termasuk uang yang seharusnya dialokasikan ke kecamatan, dari mana mereka mendapatkannya? Semua ini akan dibagi-bagi, mulai dari kepala desa, perangkat desa, hingga ke camat,” kata Trubus.
Trubus menambahkan, masyarakat hanya akan menjadi korban dalam situasi ini. Dana yang akhirnya sampai ke masyarakat seringkali hanya sebagian kecil dari jumlah yang seharusnya dialokasikan.
“Dana desa yang tersedia, misalnya Rp1 miliar, paling hanya separuhnya yang benar-benar turun ke lapangan,” tambahnya.
Kritik serupa juga datang dari Mohammad Nuh, Menteri Pendidikan Nasional periode 2009-2014. Nuh mempertanyakan alokasi dana desa dalam anggaran pendidikan tahun 2024 yang sebesar 20 persen dari APBN, atau sekitar Rp665 triliun. Dari jumlah tersebut, lebih dari separuhnya, yakni Rp356,5 triliun, dialokasikan untuk Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD).
Nuh menyoroti hal ini dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Panja Pembiayaan Pendidikan Komisi X DPR pada 2 Juli 2024. Menurutnya, ini adalah waktu yang tepat untuk mengevaluasi kebijakan dasar anggaran pendidikan, baik dari segi alokasi maupun implementasinya.
“Dana sebesar Rp665 triliun itu tersebar ke berbagai sektor, tapi sejak kapan Dana Desa masuk dalam anggaran pendidikan?” tanya Nuh dalam RDPU dengan Komisi X.
Dengan pertanyaan-pertanyaan kritis ini, semakin jelas bahwa kebijakan alokasi dana desa untuk pendidikan membutuhkan tinjauan dan evaluasi yang lebih mendalam agar benar-benar bisa membawa manfaat bagi masyarakat pedesaan tanpa menimbulkan potensi masalah baru.