BOGOR – Ratusan kepala desa yang tergabung dalam Komunitas Kades Gaul (KOKAGA) melakukan kunjungan ke wilayah Baduy, Banten, pada Sabtu (23/2/2025). Rombongan ini berangkat di pagi hari dengan menggunakan kendaraan roda empat dan sebagian menggunakan motor operasional desa yang baru.
Perjalanan ini berlangsung pulang-pergi dalam satu hari. Namun, penggunaan motor dinas berpelat merah, yakni Yamaha NMAX sebagai kendaraan operasional desa, menuai perdebatan di masyarakat.
Wulan, seorang warga Dramaga, berpendapat bahwa kendaraan dinas memiliki aturan penggunaan yang jelas. Menurutnya, jika kendaraan tersebut dipakai untuk kepentingan pribadi atau sekadar jalan-jalan, maka hal itu tidak sesuai dengan peruntukannya.
“Tidak masalah kalau ingin touring, asal jangan menggunakan kendaraan dinas,” ujar Wulan kepada Radar Bogor pada Minggu (23/2/2025).
Sementara itu, Firmansyah, warga Dramaga lainnya, memiliki pandangan berbeda. Ia menilai penggunaan kendaraan operasional desa tidak menjadi masalah selama kegiatan tersebut masih berkaitan dengan kepentingan desa.
“Kalau memang digunakan untuk kepentingan desa, ya sah-sah saja. Tergantung pada tujuannya,” tuturnya.
Menanggapi polemik ini, Ketua Panitia Kunjungan Kepala Desa ke Baduy, Sukardi, menegaskan bahwa penggunaan motor operasional desa telah sesuai dengan fungsinya. Ia menjelaskan bahwa tujuan kunjungan tersebut adalah untuk mempelajari ketahanan pangan masyarakat Baduy, bukan sekadar perjalanan wisata.
“Baduy dikenal memiliki ketahanan pangan yang baik, sehingga kami datang untuk belajar dari mereka. Jadi, ini bukan sekadar jalan-jalan,” ungkap Sukardi, yang juga menjabat sebagai Kepala Desa Petir, kepada Radar Bogor.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa kunjungan ini merupakan upaya untuk mengimplementasikan Peraturan Menteri Desa (Permendes) Nomor 2 Tahun 2025 tentang ketahanan pangan. Dengan kunjungan ini, para kepala desa dapat melihat langsung bagaimana masyarakat Baduy menjaga ketahanan pangan mereka.
Sebagai informasi, Permendes Nomor 2 dan 3 Tahun 2025 menjadi dasar dari Keputusan Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Nomor 3 Tahun 2025, yang mengatur penggunaan Dana Desa untuk ketahanan pangan guna mendukung swasembada pangan. Berdasarkan aturan tersebut, setidaknya 20 persen dari Dana Desa harus dialokasikan untuk program ketahanan pangan, yang dapat melibatkan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), BUMDes bersama, atau kelembagaan ekonomi masyarakat desa.