Penyebaran agama Hindu ke Nusantara juga membawa pengaruh tradisi dan budaya India. Salah satu pengaruh tersebut adalah ajaran seni bercinta atau Kama Sutra yang dikenal dalam budaya Jawa sebagai Asmaragama.
Dalam kamus Bausastra Jawa, kata ‘asmara’ berarti ‘cinta’, sedangkan ‘gama’ bermakna ‘agama’ atau ‘ajaran’, yang secara semantis berarti sesuatu yang harus dipatuhi. Maka, dalam budaya Jawa, Asmaragama tidak hanya berfokus pada erotisme tetapi juga dianggap sebagai ajaran sakral yang penuh etika.
Ajaran Asmaragama banyak ditemukan dalam naskah-naskah Jawa kuno sekitar abad ke-18. Pada masa itu, masyarakat Jawa masih kuat dengan sinkretisme—perpaduan kepercayaan budaya Hindu-India—dan memandang seks sebagai bagian dari perjalanan kehidupan.
Aspek cinta asmara yang terkait dengan seksualitas dipandang sebagai bentuk kesucian. Tujuannya adalah untuk mencari wiji sejati atau generasi penerus yang memiliki keyakinan dan kepribadian.
Pada masa kejayaan keraton Jawa, seksualitas menjadi bagian integral dari kehidupan dan seni budaya Jawa. Contohnya, Kama Sutra memiliki makna filosofis dalam dunia pewayangan, di mana ‘kama’ diartikan sebagai ‘sperma’.
Orang yang suka “bermain” sperma digambarkan sebagai tokoh Kama Salah—nama kecil tokoh wayang Batara Kala—yang berarti sperma yang disalahgunakan. Orang seperti Kama Salah digambarkan memiliki sifat kekanak-kanakan, egois, dan tidak bijaksana dalam hal seksualitas, sehingga bisa merusak harmoni kehidupan.
Para pujangga Jawa klasik juga menulis literatur yang mengungkapkan sisi erotis manusia dan ajarannya sebagai referensi dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu ajaran seksologi Jawa terdapat dalam Serat Centhini, yang ditulis atas perintah Sunan Paku Buwana V di Surakarta pada pertengahan abad ke-18.
Dalam Serat Centhini, seks dibahas secara lugas, mulai dari cara berhubungan seks dengan letak-letak genital yang sensitif, waktu yang tepat untuk bersenggama berdasarkan kalender Jawa, resep pengobatan seksual, hingga mantra seksual. Naskah-naskah klasik lainnya seperti Serat Candrarini, Serat Wulang Putri, dan Serat Nitisastra berisi informasi tentang seksualitas kewanitaan.
Dalam cerita wayang, tokoh Arjuna—salah satu Pandawa, putra Raja Pandu Dewanata dan Dewi Kunthi Talibarata—memiliki kekuatan memikat hati wanita yaitu Aji Asmaragama. Kekuatan ini merupakan bagian terakhir dari lima tahapan yang harus dilakukan sebelum menggunakan Aji Asmaragama, sehingga memiliki nilai filosofis sebagai panduan dalam berumah tangga. Berikut penjelasannya:
Asmaranala: Kedua insan yang bercinta sebaiknya dilandasi rasa cinta kasih dari lubuk hati masing-masing. Ini mengajarkan bahwa seks bukan sekadar penyaluran hasrat, tetapi perpaduan dua hati yang saling mencinta.
Asmaratura: Pasangan yang saling mencintai harus memiliki rasa kebanggaan terhadap pasangannya. Ini bisa dilihat dari ketertarikan kepada kecantikan dan ketampanan masing-masing pihak.
Asmaraturida: Kehidupan suami istri harus diselingi dengan gurau dan canda selama tidak berlebihan. Terkadang guyonan dalam rumah tangga bisa menjadi jalan awal untuk bercinta.
Asmaradana: Kekuatan terletak pada kata-kata indah atau sesuatu yang menyentuh hati. Bisa berupa puisi, lagu, atau syair untuk pasangan, atau perlakuan istimewa jika tidak terbiasa dengan kata-kata romantis.
Asmaratantra: Konsistensi dalam memberikan sentuhan kasih sayang, terutama saat melakukan hubungan seks, harus dijaga. Kebiasaan yang memantik gairah harus dipertahankan, terutama setelah memiliki keturunan.
Asmaragama: Dalam tahap ini, para raja dahulu bersemedi dan membersihkan diri sebelum berhubungan intim, sementara permaisuri mereka mandi, berdandan, dan wangi. Dalam konteks sekarang, tahap ini mengajarkan suami istri untuk membersihkan diri sebelum berhubungan intim, seperti dalam agama Islam disunahkan wudu, salat sunah berjamaah, dan berdoa agar diberikan keturunan saleh.
Referensi:
- Purwadi. 2011. Tata Hubungan Pria Wanita dalam Pandangan Budaya Jawa. Universitas Negeri Yogyakarta.
- Purwanto, Sugeng. 2016. Makna Simbolisme dalam Mantra Asmaragama Sang Arjuna. Semarang: Unisbank.