Pawartos Ndeso merangkai cerita dari penjuru negeri
JAKARTA – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menegaskan bahwa ada konsekuensi jelas bagi kepala desa yang terlibat dalam pilkada. Larangan ini tercantum dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada (UU Pilkada) serta Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa).
Menurut Puadi, anggota Bawaslu RI, seperti yang dilansir dari Kompas.com pada Jumat (2/8/2024), pasal 29 UU Desa secara tegas melarang kepala desa untuk terlibat dalam politik praktis. Larangan tersebut mencakup tiga hal utama: pertama, kepala desa dilarang membuat keputusan yang menguntungkan dirinya, keluarganya, atau kelompok tertentu. Kedua, mereka tidak boleh menjadi pengurus partai politik. Ketiga, mereka juga dilarang terlibat dalam kampanye pemilu atau pilkada.
Jika kepala desa melanggar ketentuan tersebut, mereka akan dikenakan sanksi administratif berupa teguran lisan atau tertulis. Jika teguran tersebut tidak diindahkan, sanksi dapat berupa pemberhentian sementara atau pemberhentian tetap, sebagaimana diatur dalam pasal 30 UU Desa.
Di dalam UU Pilkada, terdapat ketentuan pada Pasal 7 yang mengharuskan kepala desa mengundurkan diri jika ingin mencalonkan diri sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah. Pasal 70 melarang pasangan calon kepala daerah melibatkan kepala desa dalam kampanye, sedangkan Pasal 71 melarang kepala desa membuat keputusan yang menguntungkan salah satu pasangan calon. Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikenakan sanksi pidana sesuai Pasal 188 dan 189.
Puadi menjelaskan bahwa aturan ini bertujuan untuk menjaga netralitas kepala desa selama pemilu, sehingga proses demokrasi dapat berlangsung secara adil. Menurut catatan Kompas.com, pada Pilkada 2020, terdapat 65 putusan yang terkait dengan pelanggaran kepala desa, jauh lebih banyak dibandingkan pelanggaran terkait politik uang yang hanya 22 kasus.
