Kurang Jelas Aturan Purnatugas Perangkat Desa, Mahasiswa Ini Ajukan Gugatan Di MK

JAKARTA – Moch. Imam Djauhari, mahasiswa Program Studi Hukum Tata Negara di UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung, telah mengajukan permohonan uji materi terhadap Pasal 53 Ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Permohonan ini diajukan untuk menguji kesesuaian pasal tersebut dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).

Sidang pendahuluan untuk Perkara Nomor 78/PUU-XXII/2024 diadakan pada Senin (29/7/2024) dan dipimpin oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra, dengan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah dan Hakim Konstitusi Arsul Sani bertindak sebagai anggota panel.

Dalam sidang tersebut, Pemohon yang hadir secara daring mengungkapkan bahwa Pasal 53 Ayat (2) huruf a UU Desa yang menyebutkan, “Perangkat Desa yang diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c karena: a. usia telah genap 60 (enam puluh) tahun” dianggap bertentangan dengan beberapa ketentuan dalam UUD 1945, terutama Pasal 1 ayat (3); Pasal 28C ayat (2); Pasal 28D ayat (1), (2), (3); Pasal 28H ayat (2); dan Pasal 28I ayat (2).

Pemohon berpendapat bahwa pasal tersebut merugikan dirinya karena menyulitkan proses menjadi perangkat desa dan berkontribusi dalam pembangunan masyarakat desa. Ia berargumen bahwa pemerintahan desa seharusnya bisa merefleksikan sistem pemerintahan pusat, dan tanpa aturan masa jabatan yang jelas, perangkat desa bisa menjabat seumur hidup, berpotensi menyebabkan ketidakseimbangan kekuasaan dan mengganggu kinerja kepala desa.

“Menyatakan Pasal 53 Ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang berbunyi ‘a. usia telah genap 60 (enam puluh) tahun’ bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai dengan ‘a. usia telah genap 60 (enam puluh) tahun atau telah berakhirnya masa jabatan kepala desa terkait,’” ungkap Imam dalam pembacaan petitumnya, seperti yang dilansir dari laman resmi Makhamah Konstitusi.

Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah menegaskan perlunya Pemohon untuk menjelaskan keterhubungan masalah ini dengan hak konstitusionalnya serta membedakan antara diberhentikan dan pensiun. Guntur juga mengingatkan agar Pemohon mempertimbangkan apakah usia 60 tahun merupakan syarat akhir masa jabatan atau pensiun.

Hakim Konstitusi Arsul Sani memberikan catatan mengenai perlunya klarifikasi tentang perangkat desa yang dimaksud serta kaitan dengan potensi korupsi atau pelanggaran hukum lainnya yang diungkapkan oleh Pemohon. Arsul mengingatkan bahwa ketentuan mengenai tindak pidana sudah ada, sehingga perlu diperjelas hubungan antara dalil tersebut dengan kedudukan hukum Pemohon.

Wakil Ketua MK Saldi Isra menyarankan agar argumentasi mengenai pertentangan pasal yang diuji dengan UUD 1945 dikembangkan lebih lanjut dalam perbaikan permohonan. Ia mengingatkan bahwa jika batasan usia 60 tahun tersebut tetap dipertahankan, bisa berpotensi merugikan Pemohon, sehingga harus ada penjelasan yang lebih mendalam.

Akhir persidangan, Saldi Isra memberikan waktu 14 hari bagi Pemohon untuk memperbaiki permohonannya, dengan batas waktu pengajuan naskah perbaikan hingga Senin, 12 Agustus 2024 pukul 14.00 WIB. Sidang kedua akan dijadwalkan untuk mendengarkan pokok-pokok perbaikan permohonan.