Sejarah Lahirnya UU Desa, Dibalik Alasan Presiden Jokowi Menetapkan Hari Desa

Demo Parade Nusantara sebelum pengesahan UU Desa (foto:Jibifoto/Istimewa)

Presiden Jokowi melalui Keputusan Presiden (Keppres) No 23 Tahun 2024, menetapkan tanggal 15 Januari sebagai Hari Desa. Penetapan ini sendiri menjadikan tanggal tersebut, mulai tahun 2025 akan diperingati sebagai Hari Desa. Meski bukan sebagai hari libur nasional, penetapan Hari Desa merupakan satu kemajuan positip atas pengakuan Pemerintah akan eksistensi desa.

Dalam Keppres tersebut juga disampaikan bahwa penetapan Hari Desa pada tanggal 15 Januari ini, berdasar pada pengesahan UU No 06 Tahun 2014 Tentang Desa, oleh Presiden Susilo Bambang Yudhono pada tanggal 15 Januari 2014.

Lalu bagaimana dengan sejarah lahirnya Undang-Undang No 06 Tahun 2014 Tentang Desa? Berikut ini sejarah UU Desa yang bersumber dari media Kumparan.com.

Lahirnya UU Desa adalah sejarah panjang yang penuh liku. Pada tahun 2005 pemerintah dan DPR RI sepakat untuk memecah UU 32/2004 menjadi tiga UU, yaitu UU Pemerintahan Daerah, UU Pilkada Langsung dan UU Desa.

Tahun 2006, kerjasama Diten PMD dan Forum Pengembangan Pembaharuan Desa (gabungan antara IRE Yogyakarta, STPMD “APMD”, Gita Pertiwi, dan beberapa lembaga lain, serta beberapa individu yang tergabung di dalamnya seperti Ari Dwipayana, Arie Djito, Bambang Hudayana, Haryo Habirono, Diah Y. Suradireja, Rossana Dewi, Widyo Hari, dll meneruskan diskusi dan kajian, yang secara resmi pada Januari 2007 mulai menyusun Naskah Akademik RUU Desa.

NA didiskusikan dengan para pihak, baik pegiat maupun Asosiasi Desa, di banyak kota dan pelosok. NA selesai pada bulan Agustus 2007, dan disusul dengan drafting RUU Desa. Di saat pembahasan RUU Desa di tubuh pemerintah yang sangat panjang, para pegiat desa terus melakukan diskusi dan aksi di lapangan. Kami misalnya banyak bicara soal “satu desa, satu rencana dan satu anggaran”, sembari menambah haluan baru, yang tidak hanya masuk ke ranah gerakan sosial tetapi juga harus masuk ke politik.

Pada 2009, pegiat desa mendukung caleg Budiman Sujatmiko (PDI Perjuangan) di Dapil Cilacap-Banyumas, yang mengusung RUU Desa. Setelah masuk ke Senayan, Budiman menjadi jangkar politik bagi pegiat desa, misalnya mempertemukan pegiat desa dengan Komisi II secara institusional dan personal. Budiman punya peran memindahkan isu desa dari pinggiran ke pusat kekuasaan di Senayan.

Perjuangan RUU Desa tambah kenceng setelah lahir Parade Nusantara (2009) di bawah pimpinan Sudir Santosa, dan Budiman juga hadir sebagai pembinanya. Parade terus menerus melakukan desakan kepada pemerintah agar menyelesaikan pembahasan RUU Desa. Desakan paling seru terjadi di antara bulan September hingga Desember 2011, yang kemudian Presiden SBY mengeluarkan ampres RUU Desa pada Januari 2012.

DPR RI lantas membentuk Pansus RUU Desa yang dipimpin oleh Ketua Akhmad Muqowam (PPP), serta wakil ketua Budiman Sujatmiko (PDI Perjuangan), Khatibul Umam Wiranu (Demokrat), Ibnu Mundzir (Golkar). Ketua Akhmad Muqowam begitu piawai, dengan politik jalan miring, sanggup melakukan konsolidasi yang solid terhadap 30 anggota Pansus RUU Desa. Mereka semua bersepakat bahwa RUU Desa harus ditempuh dengan cara menanggalkan politik kepartaian, sembari mengutamakan politik kenegaraan dan politik kerakyatan.

Dalam pembahasan RUU Desa, Dana Desa (DD) memang yang paling panjang dan seru, mengundang pro dan kontra. DPR pernah meminta kepada pemerintah tentang data makro uang yang masuk desa, tetapi pemerintah tidak menyediakan. Karena itu Ganjar Pranowo meminta kepada Sutoro Eko (sekarang Ketua STPMD ”APMD) untuk mengumpulkan data mikro uang desa. Sutoro Eko bersama tim Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” beserta jaringan bergerak melakukan pengumpulan data dengan survei. Berdasarkan basis data 2011, survei menunjukkan bahwa rata-rata desa menerima uang sebesar 1,040 M per tahun, tentu dengan sumber yang bermacam-macam, dan 76% di antaranya dari pemerintah pusat. Data ini yang dijadikan basis dan pegangan bagi Pansus.

Pembicaraan tentang dana desa memang dinamis. Ada anggota Pansus yang hanya bicara “satu desa, satu milyar”, ada pula yang bicara dengan data dan argumen. Pihak Kementerian Keuangan dan Bappenas selalu keberatan. Budiman bicara soal “kombinasi cash transfer dan demokrasi lokal akan memperbanyak kelas menengah desa”. Pada tanggal 30 September 2013, terjadi diskusi yang menarik di ruang meeting Ketua DPR RI.

Dalam pertemuan itu hadir 9 anggota Pansus/Panja, Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, pejabat Bappenas, dan rapat dipimpin oleh Ketua Marzuki Alie (Demokrat). Kemenkeu dan Bappenas keberatan dengan dana desa. Menteri Dalam Negeri dan Ketua Akhmad Muqowam bermain cantik untuk meng-goal-kan Dana Desa. Mendagri Gamawan Fauzi berujar: “Saya setuju dana desa, asalkan satu pintu, tidak ada lagi bantuan langsung masyarakat”. Ketua DPR dengan sangat tegas “marah” pada menteri yang menolak dana desa, sembari mengatakan bahwa “kalau untuk rakyat kita harus wujudkan, Presiden SBY sudah setuju”.

Hari-hari berikutnya banyak diisi diskusi mengenai formula dana desa. Dalam sidang di bulan November, dua orang anggota Pansus (tidak usah saya sebut namanya), berujar: “pokoknya satu desa, satu M”. Menanggapi hal ini Ketua Akhmad Muqowam menjawab: “Kalau hanya bicara satu desa satu M, semua orang juga bisa. Kita semua sudah sepakat dana desa. Kita sekarang sedang merumuskan formula dan pasal dana desa yang tepat”.

Formula ini memang susah. Kami melakukan exersice sejumlah formula tetapi belum sepakat. Pada tanggal 12 malam hingga 13 Desember 2013 pagi, Raker Mendagri bersama Pansus sungguh bersejarah. Dari berbagai gagasan yang diperdebatkan, muncul usulan rumusan dari Dr. AW Thalib (PPP), sebagai berikut: “Besaran alokasi anggaran yang peruntukannya langsung ke Desa ditentukan 10% (sepuluh perseratus) dari dan di luar dana Transfer Daerah (on top) secara bertahap. Usulan ini diterima oleh sidang dan dijadikan penjelasan Pasal 72 ayat (2) tentang dana desa.

Pertemuan itu juga menyepakati untuk menyudahi pembahasan RUU Desa dan 18 Desember 2013 untuk Sidang Paripurna. Alhamdulillah, 18 Desember 2013, Sidang Paripurna DPR RI yang dipimpin oleh Priyo Budi Santosa, menetapkan UU Desa. Pada sidang ini, FPD mengerahkan sekitar 3000 pamong desa dimana terdiri dari berbagai organisasi desa seperti Parade Nusantara, PPDI dan Apdesi. Sebagian di Fraksi balkon, sebagian besar di jalan depan gedung DPR RI. Mereka sujud syukur begitu Sidang Paripurna menetapkan UU Desa, dan kemudian disahkan oleh Presiden SBY menjadi UU No. 6/2014 pada 15 Januari 2014.

Pengesahan UU Desa pada tanggal 15 Januari 2014 inilah yang kemudian oleh Presiden Jokowi menjadi alasan dijadikannya setiap tanggal 15 Januari (mulai tahun 2025), ditetapkan menjadi Hari Desa.

About admin

Check Also

Pernah Mengalami Kejayaan, Begini Sejarah Kehadiran Bioskop Di Indonesia

Sejarah mencatat bahwa bioskop pertama kali dikenalkan pada tahun 1895 oleh Robert Paul, yang memperlihatkan …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *